Pada Juli 2025, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Keuangan resmi mengesahkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025 yang mengatur penunjukan penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik (PPMSE) atau platform e-commerce sebagai pemungut Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 atas penghasilan yang diterima atau diperoleh pedagang dalam negeri. Kebijakan ini menjadi tonggak penting dalam upaya modernisasi sistem perpajakan nasional, khususnya dalam merespons pesatnya pertumbuhan ekonomi digital dan e-commerce di Indonesia. Artikel ini akan mengupas secara detail siapa saja yang wajib membayar pajak, besaran tarif yang dikenakan, mekanisme pemungutan, pengecualian untuk sektor tertentu, serta timeline implementasi dan sanksi bagi yang tidak patuh. Selain itu, akan dibahas pula bagaimana marketplace seperti Ralali.com menunjukkan kepatuhan terhadap regulasi perpajakan terbaru ini.
Kriteria Pelaku Usaha yang Terkena Pajak
Salah satu aspek terpenting dari PMK Nomor 37 Tahun 2025 adalah penetapan kriteria pelaku usaha yang wajib dikenai pajak melalui mekanisme e-commerce. Berdasarkan regulasi ini, pedagang dalam negeri yang melakukan transaksi melalui platform e-commerce dan memenuhi kriteria berikut diwajibkan untuk dipungut PPh Pasal 22:
- Memiliki penghasilan (peredaran bruto) antara Rp500 juta hingga Rp4,8 miliar per tahun. Batas bawah ini bertujuan untuk melindungi pelaku usaha mikro dan ultra-mikro agar tidak terbebani pajak, sementara batas atas menyesuaikan dengan ketentuan UMKM yang berlaku di Indonesia .
- Melakukan transaksi menggunakan rekening bank atau akun keuangan sejenis.
- Bertransaksi menggunakan alamat IP Indonesia atau nomor telepon dengan kode negara Indonesia.
- Termasuk pelaku usaha seperti perusahaan jasa pengiriman, asuransi, dan pihak lain yang melakukan transaksi melalui sistem elektronik .
Kewajiban ini berlaku baik untuk individu maupun badan usaha yang memenuhi kriteria di atas dan melakukan penjualan barang atau jasa melalui platform digital.
Besaran Tarif Pajak: 0,5% dari Penjualan
Tarif pajak yang dikenakan kepada pelaku usaha yang memenuhi kriteria di atas adalah 0,5% dari peredaran bruto (gross turnover) yang diterima atau diperoleh melalui transaksi di platform e-commerce. Penting untuk dicatat bahwa basis pengenaan pajak ini tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). Artinya, perhitungan pajak benar-benar murni dari nilai penjualan barang atau jasa sebelum pajak konsumsi lainnya .
Tarif ini dirancang agar tetap ringan bagi pelaku usaha kecil dan menengah, namun tetap memberikan kontribusi signifikan terhadap penerimaan negara dari sektor ekonomi digital yang terus berkembang pesat.
Peran Platform E-Commerce sebagai Pemungut Pajak
Salah satu inovasi utama dalam kebijakan ini adalah penunjukan platform e-commerce sebagai pemungut pajak. Dalam hal ini, marketplace seperti Tokopedia, Shopee, Bukalapak, dan Ralali.com bertindak sebagai withholding agent atau pemungut PPh Pasal 22 atas transaksi yang terjadi di platform mereka .
Tugas dan Tanggung Jawab Platform
- Memungut pajak sebesar 0,5% dari setiap transaksi yang memenuhi kriteria.
- Menyetorkan pajak yang telah dipungut ke kas negara sesuai dengan jadwal yang ditetapkan.
- Melaporkan pajak yang telah dipungut dan disetor kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) secara periodik.
- Menyampaikan informasi terkait identitas pedagang, nilai transaksi, dan jumlah pajak yang dipungut kepada DJP .
Penunjukan platform sebagai pemungut pajak bertujuan untuk meningkatkan efisiensi, transparansi, dan akurasi dalam pemungutan pajak dari sektor e-commerce yang selama ini sulit dijangkau oleh sistem perpajakan konvensional .
Pengecualian untuk Sektor Tertentu
Tidak semua transaksi di platform e-commerce dikenai PPh Pasal 22. PMK Nomor 37 Tahun 2025 secara tegas memberikan pengecualian untuk beberapa sektor dan jenis transaksi tertentu, antara lain :
- Penjualan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi dengan peredaran bruto hingga Rp500 juta per tahun, asalkan mereka menyampaikan surat pernyataan sesuai ketentuan.
- Penjualan jasa pengiriman atau ekspedisi oleh mitra aplikasi transportasi berbasis teknologi (ride-hailing).
- Penjualan oleh pedagang yang memiliki surat keterangan bebas pajak.
- Penjualan pulsa dan kartu perdana.
- Penjualan perhiasan emas, emas batangan, perhiasan non-emas, batu mulia, dan sejenisnya oleh produsen atau pedagang emas.
- Transaksi pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan serta perjanjian jual beli tanah dan/atau bangunan, termasuk perubahan perjanjian tersebut.
Walaupun transaksi tersebut dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22 oleh platform, penghasilan yang diperoleh tetap harus dilaporkan dan dikenai pajak sesuai ketentuan perpajakan yang berlaku .
Timeline Implementasi
Regulasi ini ditandatangani pada 11 Juni 2025 dan mulai berlaku setelah diundangkan secara resmi. Untuk tahun pajak 2025, terdapat ketentuan transisi sebagai berikut :
- Pedagang dalam negeri yang ditetapkan sebagai subjek pajak wajib menyampaikan data (NPWP/NIK, peredaran bruto, dan dokumen pendukung) dalam waktu satu bulan sejak penetapan.
- Platform e-commerce yang ditunjuk sebagai pemungut pajak wajib mulai memungut, menyetor, dan melaporkan pajak sejak tanggal penunjukan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
- Implementasi penuh dimulai pada 1 September 2025, memberikan waktu bagi pelaku usaha dan platform untuk menyesuaikan sistem dan proses internal mereka .
Sanksi bagi yang Tidak Patuh
Kepatuhan terhadap regulasi ini sangat penting, baik bagi pelaku usaha maupun platform e-commerce. Sanksi bagi yang tidak patuh diatur dalam BAB III (SANKSI) PMK Nomor 37 Tahun 2025, khususnya Pasal 16 :
- Sanksi perpajakan: Pelanggaran terhadap kewajiban pemungutan, penyetoran, dan pelaporan pajak akan dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan umum perpajakan, seperti denda administrasi, bunga, atau sanksi lain yang diatur dalam undang-undang perpajakan.
- Sanksi sistem elektronik: Platform yang tidak patuh juga dapat dikenai sanksi administratif sesuai regulasi penyelenggara sistem elektronik, seperti denda, pembekuan layanan, atau sanksi administratif lainnya.
Sanksi ini berlaku baik untuk platform yang lalai dalam menjalankan tugasnya sebagai pemungut pajak, maupun untuk pedagang yang tidak memenuhi kewajiban pelaporan dan pembayaran pajak .
Ralali.com: Marketplace Taat Aturan Perpajakan
Sebagai salah satu marketplace B2B terbesar di Indonesia, Ralali.com menegaskan komitmennya untuk selalu mematuhi regulasi perpajakan yang berlaku. Ralali.com telah menyiapkan sistem internal yang mendukung proses pemungutan, penyetoran, dan pelaporan pajak sesuai dengan ketentuan PMK Nomor 37 Tahun 2025. Dengan volume transaksi yang besar dan basis pengguna yang luas, Ralali.com berperan aktif dalam mendukung transparansi dan kepatuhan pajak di sektor e-commerce.
Selain menjalankan kewajiban sebagai pemungut pajak, Ralali.com juga memberikan edukasi kepada para pelaku usaha di platformnya mengenai pentingnya kepatuhan pajak dan tata cara pelaporan yang benar. Langkah ini tidak hanya memperkuat posisi Ralali.com sebagai marketplace yang terpercaya, tetapi juga membantu pemerintah dalam memperluas basis pajak dan meningkatkan penerimaan negara dari sektor digital.
Komitmen Ralali.com terhadap kepatuhan pajak menjadi contoh nyata bahwa pertumbuhan bisnis digital dapat berjalan seiring dengan kepatuhan terhadap regulasi, menciptakan ekosistem e-commerce yang sehat, adil, dan berkelanjutan.
Penutup
Penerapan pajak e-commerce 2025 melalui PMK Nomor 37 Tahun 2025 merupakan langkah strategis pemerintah dalam mengoptimalkan penerimaan negara dari sektor digital, menciptakan keadilan fiskal, dan menyesuaikan sistem perpajakan dengan perkembangan teknologi. Dengan penunjukan platform e-commerce sebagai pemungut pajak, proses administrasi menjadi lebih efisien dan transparan. Pengecualian untuk sektor tertentu memastikan kebijakan ini tetap adil dan tidak membebani pelaku usaha mikro. Sementara itu, kepatuhan marketplace seperti Ralali.com menjadi kunci sukses implementasi kebijakan ini, sekaligus memperkuat ekosistem ekonomi digital Indonesia di masa depan .
Artikel ini merupakan bagian dari rangkaian pembahasan mendalam mengenai kebijakan pajak e-commerce 2025 dan dampaknya terhadap pelaku usaha, konsumen, serta perekonomian nasional.
