Program Makan Bergizi Gratis (MBG) tidak hanya membutuhkan regulasi pemerintah, tetapi juga ekosistem pendukung yang kuat, terutama dalam aspek rantai pasokan dan logistik. Dalam konteks ini, platform B2B terkemuka di Indonesia, Ralali, telah mengambil peran strategis melalui inisiatif khusus bernama Pavilion MBG. Pavilion MBG dirancang sebagai solusi terintegrasi yang berfungsi sebagai fasilitator tunggal (one-stop solution) untuk seluruh kebutuhan Dapur MBG atau Satuan Pelayanan Penyediaan Gizi (SPPG), menyederhanakan proses pengadaan yang kompleks yang melayani jutaan penerima manfaat di seluruh nusantara.
Baca Juga :
Informasi SOP SPPG / Dapur MBG Lengkap
Peran Ralali meluas dari sekadar penyedia e-procurement menjadi akselerator bisnis dan mitra strategis bagi para investor yang tertarik mendirikan Dapur MBG. Sebagai inkubator, Ralali menyediakan pendampingan komprehensif, mulai dari studi kelayakan lokasi, pengurusan legalitas yang dibutuhkan, hingga pembangunan fisik dapur yang sesuai dengan standar petunjuk teknis yang ketat. Kemitraan ini bertujuan memastikan proses investasi Dapur MBG berjalan efisien, transparan, dan siap beroperasi secara higienis, sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang ditetapkan.
Landasan Kebijakan MBG dan Urgensi Regulasi Lintas-Sektor
Latar Belakang Strategis Program MBG dan Visi Gizi Nasional
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) merupakan inisiatif kebijakan yang diangkat menjadi prioritas strategis pemerintah, berakar pada upaya fundamental untuk mengatasi masalah stunting, meningkatkan status gizi anak-anak, dan pada akhirnya, mewujudkan visi Generasi Emas Indonesia. Fokus program ini diarahkan pada kelompok sasaran rentan, yang meliputi siswa di berbagai jenjang pendidikan, balita, ibu hamil, dan ibu menyusui. Berdasarkan data realisasi per Mei 2025, jumlah penerima manfaat telah mencapai sekitar 3.913.586 orang, dengan mayoritas penerima adalah siswa.
Skala program MBG sangat masif dan menunjukkan percepatan target jangkauan yang agresif. Meskipun dokumen perencanaan teknokratis awal menargetkan 17,8 juta hingga 19,47 juta penerima pada akhir 2025, target tersebut diubah secara drastis menjadi 82,9 juta orang pada periode yang sama. Ekspansi yang cepat dan ambisius ini secara inheren menuntut kesiapan tata kelola, infrastruktur logistik, dan kepastian regulasi yang luar biasa untuk menjamin kualitas dan keamanan.
Gap Regulasi dan Urgensi Payung Hukum Anggaran Negara
Meskipun program MBG telah berjalan selama beberapa waktu, terdapat kekosongan legalitas yang signifikan terkait penggunaan anggaran negara dalam skala masif ini. Sampai saat ini, program MBG belum memiliki payung hukum yang utuh, baik melalui Undang-Undang maupun Peraturan Presiden yang secara spesifik mengatur detail pelaksanaan dan alokasi anggaran.
Baca juga : Wamensesneg Pastikan perpres MBG terbit sebelum 5 Oktober
Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2024 tentang Badan Gizi Nasional (BGN), yang telah disahkan pada Agustus 2024, memang memberikan dasar hukum bagi BGN untuk melaksanakan program pemenuhan gizi nasional dan mendukung MBG. Namun, beleid tersebut terbatas pada kerangka kelembagaan BGN dan tidak menyediakan pengaturan detail mengenai tata kelola pelaksanaan MBG secara keseluruhan, termasuk standar produksi, sertifikasi dapur, atau kepastian penggunaan anggaran negara untuk operasional program. Oleh karena itu, penerbitan Perpres Tata Kelola MBG menjadi kebutuhan mendesak untuk melegitimasi dan memberikan kepastian hukum terhadap puluhan triliun rupiah anggaran yang dialokasikan.
Wakil Menteri Sekretaris Negara, Bambang Eko Suhariyanto, telah mengonfirmasi bahwa Perpres Tata Kelola MBG ini ditargetkan akan terbit sebelum 5 Oktober 2025, menegaskan tingginya tekanan politik dan urgensi birokrasi untuk segera menyelesaikan kerangka regulasi ini. Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan (Zulhas), juga menegaskan bahwa urgensi beleid ini adalah karena akan memuat pembagian tugas yang jelas antarkementerian dan lembaga serta memperjelas ranah Pemerintah Daerah dalam program prioritas ini.
Baca juga : Menko Zulhas: Perpres Tata Kelola MBG Bakal Atur Tugas K/L
Krisis Kualitas dan Keamanan Pangan: Pemicu Desakan Regulasi
Kebutuhan akan Perpres ini semakin mendesak setelah terjadinya serangkaian Kasus Luar Biasa (KLB) keracunan MBG yang berulang di berbagai daerah. Kasus-kasus ini dinilai sebagai manifestasi dari kegagalan tata kelola operasional di lapangan. Berbagai pihak, termasuk anggota DPR dan organisasi masyarakat sipil (seperti CISDI), mendesak pemerintah untuk melakukan evaluasi menyeluruh, bahkan mengusulkan moratorium program hingga Perpres diterbitkan.
Ketua DPR RI, Puan Maharani, mendukung Perpres ini segera diterbitkan guna memperbaiki mekanisme penyaluran program di lapangan. Penyebab operasional utama yang diidentifikasi oleh Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) adalah ketidakpatuhan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) terhadap Standar Operasional Prosedur (SOP) yang telah ditetapkan, misalnya dalam hal ketepatan waktu pembelian bahan baku. Analisis ini menunjukkan bahwa Perpres yang akan datang tidak hanya berfungsi sebagai payung hukum, tetapi juga sebagai respons kelembagaan terhadap kegagalan struktural yang terjadi akibat regulatory capture—di mana BGN bertindak sebagai pelaksana sekaligus pengawas—dan kurangnya standarisasi yang seragam. Penerbitan Perpres ini bertujuan untuk menginstitusionalisasi sistem checks and balances serta mitigasi risiko yang sebelumnya tidak berjalan optimal.
Baca juga : Kepala BGN harap Perpres tata kelola MBG terbit pekan ini
Poin Kunci yang Diantisipasi dalam Perpres Tata Kelola MBG
Perpres Tata Kelola MBG diperkirakan akan memuat sejumlah poin krusial yang bertujuan menyelesaikan masalah legalitas anggaran, memperjelas rantai komando, dan meningkatkan standar keamanan pangan.
Pembagian Tugas dan Tanggung Jawab Lintas-Kementerian/Lembaga (K/L)
Salah satu fungsi utama Perpres ini adalah merumuskan pembagian tugas yang tegas antarkementerian dan lembaga, serta memperjelas peran pemerintah daerah. Pengaturan ini sangat penting untuk mengatasi ambiguitas peran yang selama ini menjadi salah satu penghambat tata kelola yang efektif.
Penegasan Peran Badan Gizi Nasional (BGN) sebagai Koordinator Utama
Perpres akan memperkuat kedudukan BGN sebagai otoritas utama dalam program MBG. BGN bertanggung jawab atas koordinasi program secara keseluruhan, penyusunan dan penerbitan SOP teknis pelaksanaan, serta pengelolaan alokasi anggaran pusat yang disalurkan melalui Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA).
Mandat Pengawasan Kualitas Eksternal: Kemenkes dan BPOM
Untuk mengatasi kegagalan pengawasan internal yang memicu kasus keracunan, Perpres akan meresmikan model pengawasan gizi berlapis (layering). Pengawasan ini dibagi: BGN tetap bertanggung jawab atas pengawasan harian yang berfokus pada aspek teknis dan operasional. Sementara itu, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) akan menjalankan peran sebagai pengawas eksternal.
Baca juga : Kemenkes-BPOM Perketat Pengawasan Program MBG: Seminggu Sekali
Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin, menjelaskan bahwa Kemenkes dan BPOM akan melakukan pengawasan mingguan terhadap SPPG untuk memastikan kelaikan higienis dan keamanan pangan. Intervensi Kemenkes dan BPOM ini merupakan langkah krusial untuk menjamin objektivitas dan ketelitian teknis dalam penilaian mutu makanan. Hal ini menginstitusionalisasikan mekanisme horizontal accountability, mengakui bahwa program MBG memiliki dimensi kesehatan publik yang memerlukan intervensi regulator kesehatan yang independen dari pelaksana program.
Peran Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Pemerintah Daerah (Pemda)
Perpres ini akan memperjelas ranah Pemda dalam program MBG. Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) berperan penting dalam koordinasi pelaksanaan dengan kepala daerah dan dinas terkait untuk memperkuat tata kelola.
Yang terpenting, Mendagri Tito Karnavian menegaskan bahwa penanganan awal kasus keracunan atau KLB MBG di lapangan menjadi tanggung jawab pertama Pemerintah Daerah. Dengan menugaskan Pemda untuk penanganan awal dan melibatkan unit kesehatan di tingkat lokal seperti Puskesmas dan Unit Kesehatan Sekolah (UKS), Perpres mengakui sifat desentralisasi program. Langkah ini memaksa Pemda mengalokasikan sumber daya cepat tanggap dan mengurangi ketergantungan pada respon lambat dari BGN pusat saat insiden terjadi.
Berikut adalah ringkasan pembagian peran utama lintas-K/L yang diantisipasi dalam Perpres:
Table 1: Pembagian Peran dan Mandat Utama Lintas-K/L dalam Tata Kelola MBG
| Lembaga/Kementerian | Mandat Utama (Perkiraan Perpres) | Fokus Pengawasan Teknis |
| Badan Gizi Nasional (BGN) | Koordinator Program, Penyusunan SOP, Alokasi Anggaran (DIPA), Pelaksanaan Teknis Harian. | Standar teknis bahan baku (H-2), kualitas air, SOP operasional SPPG. |
| Kementerian Kesehatan (Kemenkes) & BPOM | Pengawasan Kualitas Eksternal/Berlapis (Layering). | Kelaikan higienis, pengujian sampel mingguan, respons cepat KLB, standarisasi checklist. |
| Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) & Pemda | Koordinasi dengan Pemerintah Daerah (Pemda) dan Mobilisasi Daerah. | Dukungan logistik Pemda, penanganan awal insiden/KLB, capacity building daerah. |
Standar Keamanan Pangan, Sertifikasi, dan Tata Kelola Operasional SPPG
Perpres Tata Kelola MBG diharapkan menjadi solusi langsung untuk memperbaiki mekanisme penyaluran di lapangan, sesuai desakan Ketua DPR RI.
Dalam konteks operasional, Ralali melalui Pavilion MBG berperan fundamental dalam menjamin standarisasi dan keamanan pangan, dua isu krusial yang coba diatasi oleh Perpres ini. Ralali menerapkan kurasi ketat terhadap bahan baku makanan yang masuk ke platform, memastikan bahwa produk memenuhi standar gizi BGN, higienitas, dan kualitas yang diperlukan untuk mencegah insiden keracunan. Selain itu, Ralali memposisikan diri sebagai manajer rantai pasokan terpadu, memanfaatkan jaringan supplier B2B yang luas, termasuk UMKM lokal, dan mengintegrasikan logistik agar bahan baku (seperti protein hewani dan sayuran segar) serta peralatan dapur industri dikirimkan tepat waktu dan dalam kondisi terbaik ke lokasi SPPG.
Kewajiban Sertifikasi dan Standarisasi Dapur MBG
Perpres akan mengatur secara spesifik standar sertifikasi yang wajib dimiliki oleh Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) atau dapur MBG. Sertifikasi ini merupakan prasyarat fundamental untuk menjamin bahwa penyedia layanan memenuhi standar minimum infrastruktur, higienitas, dan prosedur keamanan pangan.
Penguatan Standar Operasional Prosedur (SOP) Teknis yang Ketat
Salah satu fokus utama Perpres adalah menutup celah operasional yang menyebabkan keracunan berulang. Perpres diharapkan mengatur secara detail standar produksi, termasuk larangan memasak di malam hari untuk disajikan pada siang hari berikutnya, praktik yang sering menjadi penyebab kontaminasi.
Selain itu, Perpres harus memperkuat kepatuhan terhadap SOP BGN yang mewajibkan pembelian bahan baku pada H-2. Pelanggaran terhadap standar ini, seperti kasus SPPG yang membeli bahan baku empat hari sebelumnya (H-4), terbukti meningkatkan risiko dan harus dikenakan sanksi tegas. Pengawasan kualitas juga harus mencakup sanitasi proses, di mana kualitas air ditetapkan sebagai komponen penting dalam menentukan apakah makanan yang disajikan baik atau tidak.
Pengendalian Risiko Penggunaan Pangan Ultraolahan
Untuk memastikan bahwa MBG benar-benar memberikan manfaat gizi yang optimal, Perpres juga diharapkan secara eksplisit mengatur batasan dan kontrol ketat terhadap penggunaan pangan ultraolahan, merespons kritik yang muncul dari berbagai pegiat gizi dan kesehatan masyarakat.
Mekanisme Pendanaan, Alokasi Anggaran, dan Implikasi Fiskal
Perpres ini akan menjadi dasar legalitas penggunaan anggaran negara untuk MBG.
Kepastian Alokasi Anggaran dan Mekanisme Penyaluran APBN
Perpres akan memperkuat dasar hukum alokasi anggaran MBG dalam APBN. Penyaluran dana MBG dilaksanakan menggunakan model Bantuan Pemerintah, tercatat dalam DIPA BGN Tahun Anggaran 2025. Pagu anggaran TA 2025 untuk MBG ditetapkan sebesar Rp51,52 Triliun, meskipun realisasi per Mei 2025 baru mencapai Rp1,91 Triliun. Mekanisme ini memastikan Pemerintah Pusat melalui BGN memiliki kendali atas standarisasi penyaluran dan audit penggunaan dana.
Skema Kontribusi Anggaran Daerah dan Keseimbangan Fiskal
Perpres diharapkan mengatur pembagian beban fiskal antara pemerintah pusat dan daerah (Pemda) untuk menjamin keberlanjutan dan pemerataan. Terdapat skema pembagian peran berdasarkan kemampuan fiskal daerah:
- Daerah Mampu: Pemda dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) tinggi didorong untuk menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) mereka untuk membiayai program MBG secara mandiri, seperti yang dicontohkan Kabupaten Badung.
- Daerah Rentan: BGN akan menanggung sebagian besar atau seluruh biaya MBG di daerah dengan PAD rendah, khususnya di wilayah seperti Indonesia Bagian Timur, untuk menjamin bahwa program tetap dapat menjangkau kelompok sasaran terlepas dari kapasitas fiskal lokal.
Model tata kelola fiskal ini, yang menggabungkan kontrol pusat dalam standarisasi dengan kontribusi pendanaan daerah, penting untuk mencegah fragmentasi dan variasi kualitas yang terlalu lebar antar daerah.
Analisis Risiko Fiskal dan Dampak Ekonomi Makro
Program MBG dengan skala pengadaan yang masif berpotensi menciptakan tekanan ekonomi yang harus diantisipasi dalam Perpres. Ekonom memperingatkan bahwa permintaan yang sangat besar dari SPPG dapat menyebabkan guncangan pada rantai pasok lokal dan memicu kenaikan harga pangan secara umum (inflasi). Kenaikan harga ini dikhawatirkan akan berdampak paling berat pada masyarakat miskin yang tidak menjadi penerima MBG.
Selain itu, Perpres perlu memperjelas mekanisme sumber tambahan anggaran (seperti Rp50 triliun yang sedang disusun) dan secara transparan mengatasi kekhawatiran publik mengenai dampak program ini terhadap alokasi anggaran sektor lain, khususnya pendidikan, yang sebagian anggarannya dialihkan untuk MBG.
Sistem Akuntabilitas, Pelaporan Publik, dan Sanksi Hukum
Guna memulihkan kepercayaan publik setelah insiden keracunan berulang, Perpres harus menginstitusionalisasikan transparansi dan akuntabilitas.
Penguatan Mekanisme Pelaporan Insiden dan Transparansi
Perpres akan mendorong integrasi data lintas-sektor dan penyediaan dashboard publik untuk monitoring dan evaluasi program MBG. Sebelumnya, kritik muncul mengenai tidak tersedianya dasbor pelaporan publik yang dinilai memperparah penanganan kasus keracunan. Sebagai langkah langsung, BGN telah berencana menyediakan layanan hotline 24 jam untuk menerima laporan publik terkait insiden MBG. Mewajibkan sistem pelaporan yang transparan dan mudah diakses merupakan upaya untuk mengatasi defisit kepercayaan publik.
Jenis Sanksi Administratif terhadap Pelaksana (SPPG)
Perpres diharapkan mengatur sanksi tegas untuk menciptakan disiplin dan kepatuhan pasar.
- Pencabutan Izin (Revokasi): Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Charles Honoris, mendesak BGN untuk segera mencabut izin operasional SPPG yang terbukti lalai dan membahayakan keselamatan anak, menekankan bahwa kualitas adalah yang paling utama, bukan hanya mengejar jumlah penerima manfaat. Perpres akan meresmikan kewenangan BGN untuk melakukan pencabutan izin bagi pelaksana yang gagal memenuhi standar kualitas.
- Sanksi Daftar Hitam (Blacklisting): Terdapat kebutuhan untuk menerapkan sanksi daftar hitam bagi penyedia yang bermasalah, terutama dalam konteks pengadaan barang/jasa. Sanksi ini kemungkinan akan merujuk pada Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Penerapan blacklisting memberikan sinyal ekonomi yang kuat bahwa kegagalan mutu akan membawa konsekuensi jangka panjang bagi operator, esensial untuk menjamin kepatuhan di tengah percepatan jangkauan program.
Potensi Sanksi Pidana
Meskipun fokus Perpres cenderung pada sanksi administratif, beleid ini diharapkan membuka jalan bagi penegakan hukum pidana jika kelalaian SPPG tergolong berat dan mengakibatkan kerugian kesehatan serius, sesuai dengan undang-undang perlindungan konsumen dan UU Pangan.
Berikut adalah ringkasan sanksi dan akuntabilitas yang diantisipasi:
Table 2: Mekanisme Sanksi Administratif dan Akuntabilitas SPPG dalam Perpres MBG
| Jenis Pelanggaran/Isu | Tindak Lanjut yang Diantisipasi | Implikasi dan Rujukan Hukum |
| Kelalaian Mutu Berat (Penyebab Keracunan/KLB) | Pencabutan Izin Operasional SPPG. | Disiplin pasar; penghentian layanan segera untuk melindungi penerima manfaat. |
| Ketidakpatuhan SOP Produksi (e.g., pembelian bahan H-4) | Peringatan Keras, Penangguhan Dana, Sanksi Daftar Hitam (Blacklisting). | Merujuk Perpres Pengadaan Barang/Jasa No. 16/2018; menjamin kualitas logistik. |
| Kegagalan Melaporkan Insiden (Non-Transparansi) | Sanksi Administratif/Finansial, Pembinaan Ulang. | Mendorong transparansi dan penggunaan hotline BGN/dashboard publik. |
Penutup: Implikasi Kebijakan dan Proyeksi Keberlanjutan
Sinkronisasi Regulasi dengan Skala Program
Peraturan Presiden tentang Tata Kelola MBG yang akan diterbitkan dalam waktu dekat merupakan landasan legal yang krusial bagi akselerasi program. Dengan target jangkauan yang dipercepat dan dukungan anggaran yang besar, regulasi yang jelas sangat diperlukan untuk menopang infrastruktur pelaksana. Program MBG saat ini melibatkan pengembangan masif, termasuk rencana pembangunan sekitar 2.200 dapur baru dan telah mempekerjakan lebih dari 53.000 pekerja per Mei 2025. Tanpa payung hukum yang detail mengenai pembagian peran dan standar kualitas, ekspansi ini akan meningkatkan risiko kegagalan tata kelola secara eksponensial.
Kehadiran Ralali dalam ekosistem pengadaan MBG memberikan keunggulan dalam hal efisiensi biaya dan transparansi. Sistem pengadaan satu pintu (one-gate procurement) yang difasilitasi oleh Pavilion MBG secara signifikan mengurangi biaya transaksi dan waktu yang terbuang bagi pengelola dapur untuk bernegosiasi dengan banyak vendor, memungkinkan mereka untuk berfokus pada persiapan makanan bergizi. Lebih lanjut, semua transaksi pengadaan dan distribusi dicatat secara digital, yang menciptakan akuntabilitas tinggi dan memungkinkan pelacakan (traceability) yang krusial dalam pengelolaan dana publik dan audit kualitas.
Ralali juga berperan penting dalam memastikan keberlanjutan operasional Dapur MBG melalui dukungan layanan dan pendampingan berkelanjutan. Dukungan ini mencakup tidak hanya penyediaan peralatan industri, wadah penyajian higienis (food container), dan bahan sanitasi, tetapi juga pelatihan sumber daya manusia (SDM) dan penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP) harian bagi personel dapur. Dengan membantu Dapur MBG menerapkan sistem kontrol kualitas (QC) serta menyusun laporan kegiatan dan evaluasi berkala, Ralali membantu program MBG untuk bertransformasi menjadi operasi skala besar yang terstandar, efisien, dan siap melayani jutaan penerima manfaat dengan mutu yang terjamin, sejalan dengan tujuan jangka panjang Perpres.
Dampak Perpres terhadap Kepercayaan dan Keberlanjutan Program
Terbitnya Perpres ini mengirimkan sinyal positif kepada publik, legislator, dan pasar bahwa pemerintah tidak hanya mengejar kuantitas penerima manfaat, tetapi juga serius menginstitusionalisasikan program MBG dengan tata kelola yang bertanggung jawab dan sistem pengawasan yang kuat. Pelibatan Kemenkes dan BPOM secara eksternal serta penegasan tanggung jawab Pemda dalam penanganan insiden adalah bukti nyata dari upaya membangun checks and balances. Para ahli menilai bahwa Perpres ini adalah solusi strategis yang dapat memperkuat program gizi nasional dan menjamin kualitas output.
Rekomendasi Kebijakan Jangka Panjang
Meskipun Perpres Tata Kelola MBG berhasil menutup gap legalitas dan operasional jangka pendek hingga menengah, keberlanjutan program dalam jangka panjang masih membutuhkan payung hukum yang lebih tinggi. Perpres adalah produk hukum yang rentan terhadap perubahan kebijakan eksekutif. Untuk menjamin stabilitas fiskal, kepastian politik, dan keberlanjutan manfaat MBG bagi generasi mendatang, diperlukan adanya Undang-Undang (UU) khusus mengenai Makan Bergizi Gratis atau jaminan gizi anak, sebagaimana telah didorong oleh beberapa legislator.
Secara keseluruhan, Perpres yang akan terbit ini menandai fase penting dalam evolusi MBG, mengubah program yang sebelumnya berjalan tanpa regulasi detail menjadi program yang dilegitimasi secara hukum, didukung oleh koordinasi lintas-sektoral, dan dilengkapi dengan mekanisme sanksi dan akuntabilitas yang lebih transparan.

Pingback:Perpres Tata Kelola MBG : Perkiraan Aspek Penting Lainnya - Makan Bergizi Gratis
Pingback:Urgensi Peraturan Presiden untuk Tata Kelola Program Makan Bergizi Gratis (MBG): Menjamin Kualitas, Akuntabilitas, dan Keberlanjutan Nasional - Makan Bergizi Gratis
Pingback:Urgensi Peraturan Presiden Tata Kelola Program Makan Bergizi Gratis (MBG): Menjamin Kualitas, Akuntabilitas, dan Keberlanjutan - Makan Bergizi Gratis