Peraturan Presiden (Perpres) tentang Tata Kelola Pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang akan segera terbit bukan sekadar kerangka administratif semata. Lebih dari sekadar mengatur tugas harian antar Kementerian/Lembaga (K/L), pengawasan teknis, dan mekanisme sanksi, Perpres ini menyentuh inti dari ambisi kebijakan yang sangat besar: melegitimasi dan menopang ekspansi program gizi ke skala yang belum pernah terjadi sebelumnya. Inilah yang membuat beleid ini menjadi dokumen strategis dengan dampak multidimensi.
Baca juga :
Perpres Tata Kelola MBG – Apa Kira-Kira Isinya dan Implikasi Bagi SPPG Dapur MBG
Panduan Lengkap Mengurus SLHS MBG
Spesifikasi Dapur Standar BGN untuk Program Makan Bergizi Gratis
Ralali Group, melalui inisiatif Pavilion MBG, muncul sebagai pemain kunci di luar struktur birokrasi, menyediakan tulang punggung logistik dan pengadaan bagi Dapur MBG. Sebagai one-stop solution bagi Satuan Pelayanan Penyediaan Gizi (SPPG).
Mengingat program ini telah berjalan dengan tantangan tata kelola—mulai dari insiden keracunan yang berulang hingga kekosongan payung hukum untuk penggunaan anggaran masif—Perpres ini harus mampu menjawab kekhawatiran publik dan ekonom. Dua aspek fundamental, yang belum sepenuhnya terbahas dalam konteks operasional, yakni legitimasi akselerasi target jangkauan program dan mekanisme sumber anggaran tambahan serta mitigasi risiko fiskal, adalah poin krusial yang menentukan apakah MBG akan menjadi tonggak sukses gizi nasional atau justru memicu ketidakstabilan di tingkat makro.
Berikut adalah dua aspek penting lainnya dari Perpres Tata Kelola MBG yang memiliki implikasi kebijakan strategis:
1. Legitimasi Akselerasi Target Jangkauan Program yang Masif
Meskipun artikel sebelumnya telah menyinggung angka penerima manfaat, salah satu fungsi terpenting Perpres ini adalah untuk melegitimasi dan memberikan kerangka kerja hukum bagi percepatan target program yang sangat dramatis dan non-teknokratis.
- Perubahan Target Ekstrem: Dokumen perencanaan teknokratis awal menargetkan MBG menjangkau antara 17,8 juta hingga 19,47 juta orang pada akhir 2025. Namun, target ini diubah secara mendadak dan signifikan menjadi 82,9 juta orang untuk dicapai dalam periode waktu yang sama.
- Fungsi Regulasi: Skala ekspansi yang hampir lima kali lipat ini menuntut Perpres untuk secara eksplisit mengatur kerangka logistik dan manajemen risiko yang jauh lebih kompleks. Tanpa payung hukum yang mengatur percepatan masif ini, ambisi untuk melayani 82,9 juta penerima berisiko memperparah kegagalan tata kelola—seperti insiden keracunan—karena program didorong untuk mengejar kuantitas tanpa kesiapan infrastruktur dan standar yang memadai. Perpres berfungsi untuk memberikan kepastian hukum pada angka target baru tersebut.
2. Mekanisme Sumber Anggaran Tambahan dan Mitigasi Risiko Fiskal
Perpres juga harus mengatasi kekhawatiran publik mengenai dari mana sumber pendanaan masif ini berasal dan dampak negatifnya terhadap perekonomian, yang menyentuh ranah fiskal makro.
- Alokasi Anggaran Tambahan: Untuk mencapai target 82,9 juta penerima, MBG membutuhkan tambahan anggaran yang signifikan (sekitar Rp50 triliun mekanisme pendanaannya sedang disusun). Perpres harus secara transparan mengatur bagaimana mekanisme sumber dana tambahan ini diletakkan dalam kerangka Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
- Implikasi Pengalihan Dana: Isu sensitif yang harus diinstitusionalisasikan oleh Perpres adalah kekhawatiran mengenai pengalihan anggaran dari sektor lain, khususnya pendidikan, untuk mendanai MBG. Perpres harus memberikan dasar hukum yang kuat untuk pengalihan atau penambahan dana ini sambil memastikan bahwa alokasi anggaran sektor penting lain tidak terbebani secara signifikan.
- Mitigasi Inflasi: Aspek fiskal penting lainnya yang harus dipertimbangkan dalam Perpres adalah mitigasi risiko ekonomi makro. Ekonom memperingatkan bahwa permintaan bahan baku yang sangat besar dari ribuan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) dapat menyebabkan lonjakan kenaikan harga pangan secara umum (inflasi). Perpres, melalui koordinasi Badan Gizi Nasional (BGN) dengan Kementerian teknis terkait, harus memuat langkah-langkah untuk mencegah guncangan rantai pasok lokal agar kenaikan harga tidak membebani masyarakat miskin yang tidak menjadi penerima manfaat MBG.
Keberhasilan Perpres Tata Kelola MBG tidak hanya akan diukur dari berkurangnya insiden keracunan, tetapi juga dari kemampuannya untuk mengelola ambisi program yang luar biasa besar tanpa menciptakan distorsi fiskal atau mengorbankan program prioritas negara lainnya. Transparansi dalam penentuan sumber anggaran tambahan dan strategi mitigasi inflasi harus menjadi kunci utama yang diatur dalam beleid ini.
Dalam konteks regulasi Perpres, kemitraan dengan entitas seperti Ralali sangat penting. Melalui platform digitalnya, Ralali tidak hanya menjamin efisiensi biaya dan waktu bagi pengelola dapur yang kompleks, tetapi juga membantu ketersediaan suplai bahan baku yang terkurasi dan penyediaan aset operasional (seperti tray makanan yang food-grade) menjamin bahwa setiap porsi makanan disajikan dengan wadah yang aman dan sesuai standar sanitasi, mendukung implementasi SOP ketat yang akan diatur dalam Perpres.
Sebagai penutup, Perpres ini harus berdiri sebagai jaminan hukum bagi puluhan triliun rupiah anggaran negara dan legitimasi politik untuk mencapai target 82,9 juta penerima manfaat. Dengan adanya regulasi yang kuat dan komprehensif yang mencakup aspek fiskal dan logistik skala besar ini, program MBG diharapkan dapat berkelanjutan, efektif dalam penanggulangan stunting, dan bebas dari gejolak ekonomi yang dapat membebani masyarakat luas.
