Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dijalankan oleh Badan Gizi Nasional (BGN) merupakan inisiatif strategis dengan tujuan mulia menjamin asupan gizi berkualitas bagi jutaan anak. Kesuksesan program ini sangat bergantung pada Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG), atau Dapur MBG, sebagai penyedia makanan sehari-hari. Namun, skala operasional yang masif dan sensitivitas produk pangan menuntut standar kualitas dan keamanan pangan yang ketat.
Menanggapi tantangan dan beberapa isu keamanan pangan yang muncul, BGN mengambil langkah cepat dan tegas. Melalui pernyataan pimpinan, BGN memberikan ultimatum 1 (satu) bulan kepada seluruh mitra SPPG. Ultimatum ini mewajibkan setiap Dapur MBG untuk melengkapi dan memegang tiga sertifikat wajib yang telah ditetapkan. Kewajiban ini merupakan upaya serius pemerintah untuk memperkuat fondasi keamanan pangan, meningkatkan akuntabilitas, dan memastikan bahwa makanan yang disajikan tidak hanya bergizi, tetapi juga aman dari kontaminasi. Tanpa kepemilikan ketiga sertifikat ini, mitra SPPG terancam diputus kontraknya, menunjukkan betapa krusialnya kepatuhan terhadap standar ini.
Tiga sertifikat ini ditetapkan sebagai prasyarat minimum yang tidak dapat ditawar, yang secara kolektif menjamin higienitas fasilitas, kehalalan bahan baku, dan keamanan sumber daya vital seperti air.
Bagian I: Tiga Pilar Sertifikasi Wajib SPPG
Tiga dokumen legal ini mewakili komitmen Dapur MBG terhadap aspek fundamental dalam produksi makanan skala besar. Masing-masing sertifikat memiliki fokus dan lembaga penerbit yang berbeda, namun semuanya saling melengkapi untuk membentuk sistem jaminan mutu yang terpercaya.
1. Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS)
Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS) adalah dokumen legal paling mendasar dalam operasional pangan. Sertifikat ini menjadi bukti bahwa fasilitas Dapur MBG telah memenuhi standar kesehatan lingkungan dan kebersihan yang ditetapkan oleh otoritas kesehatan.
Baca Juga :
Apa itu Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS) untuk SPPG dan Dapur MBG
Penerbit dan Dasar Hukum:
SLHS dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan setempat setelah inspeksi dan audit lapangan yang ketat. Dasar hukumnya merujuk pada regulasi teknis yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan mengenai persyaratan kesehatan tempat pengolahan pangan.
Aspek yang Diaudit:
Audit SLHS mencakup pemeriksaan mendalam terhadap enam aspek utama untuk memastikan tidak adanya risiko kontaminasi:
- Kelayakan Bangunan dan Lokasi: Memastikan struktur dapur terawat, memiliki ventilasi yang baik, dan bebas dari risiko pencemaran eksternal (misalnya, dekat tempat sampah atau got terbuka). Dapur harus memiliki pemisahan area (bersih dan kotor) untuk menghindari kontaminasi silang.
- Fasilitas Sanitasi: Menjamin ketersediaan fasilitas air bersih (termasuk air panas jika diperlukan), kamar mandi dan wastafel yang memadai, serta sistem pembuangan limbah padat dan cair yang tertutup dan terkelola dengan baik.
- Peralatan dan Perlengkapan: Memastikan semua peralatan masak dan saji (panci, pisau, cutting board, dsb.) terbuat dari bahan food grade, mudah dibersihkan, dan selalu dalam kondisi higienis.
- Pengendalian Vektor: Memastikan dapur memiliki program pengendalian hama (serangga, tikus) yang efektif dan sistem pencegahan masuknya binatang pembawa penyakit (vector).
- Kebersihan Personal: Semua penjamah makanan wajib memiliki sertifikat pelatihan higiene sanitasi, menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) lengkap (hair net, masker, sarung tangan, apron), dan memiliki catatan kesehatan yang bebas dari penyakit menular.
- Bahan Makanan: Menjamin bahan makanan tersimpan pada suhu yang tepat, tidak kedaluwarsa, dan terhindar dari bahan kimia berbahaya.
Dengan mewajibkan SLHS, BGN memastikan bahwa makanan MBG diproduksi di lingkungan fisik yang bersih dan taat aturan kebersihan, menjadikannya fondasi dasar keamanan pangan.
2. Sertifikat Halal
Sertifikat Halal merupakan persyaratan yang menjamin bahwa produk makanan dan seluruh proses produksinya telah memenuhi standar kehalalan sesuai syariat Islam, sebuah aspek penting mengingat mayoritas penerima manfaat di Indonesia.
Penerbit dan Dasar Hukum:
Sertifikat ini dikeluarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) di bawah Kementerian Agama. Prosesnya melibatkan pemeriksaan oleh Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) dan penetapan fatwa oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Aspek yang Diteliti:
Proses sertifikasi Halal berfokus pada ketertelusuran dan integritas proses produk halal (PPH):
- Kehalalan Bahan Baku: Ini adalah poin krusial. SPPG harus menjamin semua bahan yang digunakan (terutama daging, bumbu, aditif, dan pengenyal) memiliki sertifikat halal yang valid. Penggunaan bahan yang diragukan (syubhat) atau bahan yang jelas haram dilarang keras.
- Pemisahan Fasilitas: Memastikan dapur tidak digunakan untuk mengolah produk yang tidak halal, serta menjamin peralatan tidak terkontaminasi oleh bahan najis.
- Sistem Jaminan Produk Halal (SJPH): Pelaku usaha diwajibkan memiliki sistem internal yang menjamin kepatuhan terhadap standar halal secara berkelanjutan, termasuk penetapan Penyelia Halal dan dokumentasi proses produksi.
Bagi mitra SPPG yang mayoritas adalah Usaha Mikro Kecil (UMK), pengurusan sertifikat ini dapat difasilitasi melalui jalur Skema Self-Declare yang diselenggarakan BPJPH (seperti program SEHATI), yang memungkinkan proses sertifikasi yang lebih cepat dan seringkali gratis, asalkan memenuhi kriteria sederhana dan didampingi Pendamping PPH.
3. Sertifikat Penggunaan Air Layak Pakai
Sertifikat Penggunaan Air Layak Pakai adalah dokumen yang sangat spesifik dan merupakan respons langsung terhadap insiden keracunan yang seringkali bersumber dari kontaminasi air. Air digunakan dalam setiap tahapan—mulai dari mencuci bahan makanan mentah, mencuci peralatan, hingga sebagai komponen utama masakan.
Penerbit dan Dasar Hukum:
Sertifikat ini adalah hasil dari uji laboratorium yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan atau laboratorium terakreditasi. Dasar hukumnya adalah Peraturan Menteri Kesehatan yang mengatur baku mutu air untuk keperluan higiene sanitasi.
Aspek yang Diuji:
Fokus utama adalah menjamin air yang digunakan aman untuk dikonsumsi dan kontak langsung dengan pangan:
- Uji Mikrobiologi: Paling penting adalah memastikan air bebas dari bakteri patogen, seperti Escherichia coli (E. coli), yang merupakan indikator utama pencemaran tinja dan penyebab keracunan makanan.
- Uji Kimia: Memastikan air bebas dari bahan kimia berbahaya, seperti residu pestisida, deterjen, atau logam berat (misalnya Timbal), yang dapat masuk melalui sumber air tanah yang tercemar.
- Uji Fisika: Memeriksa parameter fisik seperti pH, bau, rasa, dan kekeruhan air agar sesuai standar kesehatan.
Kewajiban ini secara eksplisit menegaskan komitmen BGN untuk menutup salah satu celah risiko terbesar dalam produksi makanan massal: kontaminasi melalui air yang tidak layak.
Bagian II: Standar yang Lebih Tinggi—Mengapa HACCP Belum Wajib?
Di tengah perbincangan mengenai keamanan pangan, seringkali muncul pertanyaan mengapa standar HACCP (Hazard Analysis and Critical Control Points) belum termasuk dalam daftar wajib BGN.
Saat ini, HACCP tidak diwajibkan BGN sebagai syarat minimum. BGN memilih tiga sertifikat di atas sebagai persyaratan dasar yang wajib dipenuhi dalam jangka waktu singkat.
SLHS berfungsi sebagai fondasi, yang fokus pada kondisi fisik dapur dan kebersihan umum. Sementara itu, HACCP adalah sistem manajemen keamanan pangan yang jauh lebih komprehensif. HACCP mewajibkan dapur melakukan analisis risiko dan menetapkan Titik Kendali Kritis (CCP) di setiap tahapan proses produksi (dari bahan mentah hingga penyajian) untuk mencegah potensi bahaya biologi, kimia, atau fisika.
Meskipun HACCP mewakili standar internasional yang lebih tinggi dan sangat dianjurkan, BGN memilih tiga sertifikat wajib sebagai langkah cepat yang dapat diimplementasikan dalam waktu 1 bulan. Penerapan HACCP memerlukan pelatihan intensif, investasi, dan perubahan sistem yang lebih mendalam, yang mungkin akan menjadi persyaratan lanjutan atau tambahan di masa depan untuk Dapur MBG yang sudah matang operasionalnya.
Bagian III: Dukungan Ralali Group bagi Investor Dapur MBG
Menyadari kompleksitas perizinan, standar BGN, dan tuntutan operasional yang tinggi, diperlukan pendampingan yang handal bagi para investor dan pelaku UMK yang tertarik menjadi mitra SPPG. Ralali Group berperan sebagai mitra strategis dan akselerator bisnis untuk proyek Dapur MBG.
Ralali Group menawarkan sebuah kemitraan komprehensif yang dirancang untuk memfasilitasi investor sejak awal. Mereka memastikan proses investasi berjalan efisien, transparan, dan, yang paling penting, sesuai dengan regulasi BGN, termasuk membantu dalam tahap perizinan yang berhubungan dengan pengurusan tiga sertifikat wajib di atas. Layanan mereka mencakup penyediaan pendampingan lengkap, training, dan konsultasi, hingga dapur siap beroperasi penuh. Ini termasuk bantuan dalam studi kelayakan, pembangunan fisik dapur sesuai standar BGN, pengadaan peralatan, hingga implementasi Standar Operasional Prosedur (SOP) yang ketat dan manajemen risiko harian, yang sangat krusial untuk mempertahankan kepatuhan terhadap standar keamanan pangan yang diwajibkan.
Penutup
Kewajiban tiga sertifikat dari BGN merupakan titik balik dalam pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis. Ini adalah penegasan bahwa tidak ada kompromi dalam hal kualitas dan keamanan pangan. Sertifikat SLHS menjamin kebersihan fasilitas, Sertifikat Halal menjamin integritas bahan baku dan proses, dan Sertifikat Penggunaan Air Layak Pakai menjamin keamanan sumber daya utama. Melalui penegakan standar ini, dan didukung oleh mitra akselerasi seperti Ralali Group, program MBG diharapkan dapat berjalan dengan kredibilitas tinggi, memenuhi janji pemerintah untuk menyediakan makanan bergizi yang aman bagi jutaan anak Indonesia. Kepatuhan terhadap ketiga pilar ini adalah kunci keberlanjutan dan keberhasilan program nasional yang fundamental ini.
